Jumat, 12 Juli 2013

No money, no study

 Oleh febitia 
Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting yang harus dimiliki oleh setiap anak bangsa. Karena dengan pendidikan dapat memajukan pembangunan bangsa ini oleh para generasi muda Indonesia. Karena walaupun tonggak pembangunan fisiknya dibangun dengan kokoh tetapi tidak dibarengi dengan pembangunan pendidikan itu tidak akan memiliki arti. Apa jadinya bangsa ini apabila para generasi muda sulit mendapatkan pendidikan yang layak?.  Bisa roboh tonggak pembangunan Indonesia di masa depan.
Pemerintah membuat banyak kebijakan yang berhubungan dengan pendidikan. Tetapi pada kenyataannya realisasi dari kebijakan tersebut belum berjalan dengan sesuai. Oleh sebab itu, permasalahan di bidang pendidikan pun banyak bermunculan. Seperti masalah kualitas siswa yang rendah, pengajar yang kurang professional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU pendidikan yang kacau.
Dalam penyelenggaraan pendidikan saat ini dibutuhkan pendidikan yang berkualitas untuk menciptakan manusia-manusia yang berkualitas pula. Namun pada kenyataannya, semakin tinggi kualitas sekolah maka akan semakin mahal biaya yang dibutuhkan begitupun sebaliknya semakin rendah kualitas sekolah maka biaya yang dibutuhkan relative lebih murah. Maka dari itu hanya orang-orang kayalah yang dapat menempuh pendidikan yang berkuliatas sedangan orang-orang yang kurang hanya dapat mendapat pendidikan yang biasa bahkan adapun yang mendapat pendidikan yang tidak layak.
”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk mengibaratkan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk menempuh bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari mulai Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Dengan begitu seolah-olah membuat orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, - sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta untuk TK atau SDN yang telah memiliki kualitas ayang baik. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Padahal sudah dicanangkan oleh pemerintha bahwa sekolah wajib dari SD sampai SMP itu diberikan biaya operasional dari pemerintah. Tetapi pihka sekolah tetap saja memungut biaya yang sanagt besar.
Semakin mahalnya biaya pendidikan saat ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Itulah salah satu penyebab permasalahan pada menejemen keuangan disekolah.
Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Dengan keadaan implementasi pendidikan yang seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa hanya orang kaya yang memiliki banyak uang yang dapat menempuh pendidikan dengan layak. Sedangkan orang-orang biasa hanya bisa mendapatkan pendidikan yang seadanya bahkan orang miskin sudah pasti memilih untuk tidak bersekolah karena biaya yang terlalu besar bagi mereka. Jadi dapat disimpulkan jika ada uang akan ada pendidikan yang layak dan tidak ada uang tidak akan ada pendidikan yang layak. Beginilah carut-marutnya pendidikan di Indonesia. 

0 komentar:

Posting Komentar